BALASAN MENCELA PARA SAHABAT
Lelaki itu menjawab, ‘Tadi malam aku bermimpi bertemu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, sedang di depan beliau ada Ali bersama Abu Bakar dan Umar Radhiyallahu ‘Anhuma.
Lalu Abu Bakar dan Umar berkata kepada Rasulullah, ‘Inilah orangnya
yang menyakiti dan mencaci kami wahai Rasulullah! Kemudian, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bertanya kepadaku, ‘Siapa yang menyuruhmu berbuat seperti ini wahai Abu
Qais?’ Aku menjawab, ‘Ali’, dan aku pun menunjuk kepadanya’.
Kemudian, Ali
mengarahkan wajah dan tangannya kepadaku dengan mengepalkan jari-jarinya
dan mengisyaratkan dia menampar mataku, lalu berkata, Jika kamu
berdusta, semoga Allah membutakan matamu. Kemudian, Ali mencolok jarinya
ke mataku, lalu aku terbangun dari tidurku dan aku dapati diriku
seperti ini. Kemudian, lelaki itu menangis dan memberitahukan kepada
masyarakat, lalu bertaubat di hadapan mereka.”
Seorang syaikh
dari suku Quraisy berkata, “Di Syam (Syiria) aku melihat seorang lelaki
yang setengah wajahnya hitam dan ditutupi tangannya. Aku menanyakan
kenapa dia menutupinya seperti itu? Lelaki itu menjawab, ‘Aku telah
bersumpah kepada Allah siapa yang menanyakan sebab sikapku seperti ini,
maka pasti akan aku jawab. Ketika itu aku sangat memusuhi Ali bin Abu
Thalib Radhiyallahu ‘Anhu. Pada suatu malam ketika aku lelap
tidur, ada seorang lelaki mendatangiku lalu berkata, ‘Kamukah orangnya
yang selalu memusuhi aku?’ Kemudian, ia menampar sebelah pipiku sehingga
menjadi seperti inilah wajahku, hitam sebelah sebagaimana kamu lihat’.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Sirin Rahimahullah, dia berkata, “Ketika itu aku sedang melakukan thawaf di Ka’bah. Tiba-tiba aku berpapasan dengan seorang lelaki yang memanjatkan doa seperti ini, ‘Ya Allah ampunilah aku, dan aku tidak yakin Engkau akan mengampuniku!’ Seketika itu aku sangkal, ‘Wahai Abdullah, selama ini aku tidak pernah mendengar seseorang berdoa sebagaimana yang kamu panjatkan!’ Lelaki itu menjawab, ‘Ketika itu aku pernah berjanji, sekiranya aku dapat menampar wajah Utsman, pasti aku lakukan’. Kemudian, ketika Utsman Radhiyallahu ‘Anhu terbunuh dan diletakkan di atas tempat tidurnya di dalam rumah, sementara orang-orang berdatangan untuk menyalatkan jenazahnya, aku pun masuk ruangan itu lalu berpura-pura ikut menyalatkan jenazahnya. Ketika itu sedang sepi, maka aku tarik pakaianku untuk menutupi wajah dan jenggot Utsman, lalu aku berhasil menamparnya. Setelah kejadian itu, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan tanganku kering dan kaku seperti kayu yang tidak dapat digerakkan’ .”
Ibnu Sirin berkata, “Benar, aku telah melihat tangannya kering.”
Utsman Radhiyallahu ‘Anhu adalah seorang shahabat Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam yang mendapat gelar Dzun Nuraini; khalifah ke-3. Dia mendapat perlakuan zalim dan menyerahkan urusannya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah menurunkan hukumannya yang berlaku atas orang yang menzaliminya sebagai ibrah. Sungguh Allah adalah Maha mulia dan Mendendam.
Diriwayatkan dari Amir bin Sa’ad Radhiyallahu ‘Anhu, dia berkata, “Ketika Sa’ad berjalan, tiba-tiba ia berjumpa dengan seorang lelaki yang sedang mencaci Ali, Thalhah, dan Zubair Radhiyallahu Anhuma. Sa’ad berkata kepada lelaki itu, ‘Sungguh, baru saja kamu mencaci suatu kaum yang telah berhasil mendahului dalam kebaikan dari yang selainnya. Kamu akan berhenti mencaci mereka atau aku doakan kamu supaya Allah menurunkan musibah untukmu!’
Lelaki itu menantang, ‘Kenapa kamu menakut-nakuti aku, seolah-olah kamu seorang nabi?’
Sa’ad menjawab, ‘Ya Allah, sesungguhnya orang itu mencaci sejumlah shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang lebih dahulu berbuat kebaikan daripada orang lain, maka turunkan siksa untuk orang itu?!’
Tiba-tiba datang seekor unta betina, orang-orang membiarkan unta tersebut berjalan dan mencederai lelaki itu.
Aku sendiri menyaksikan orang-orang menyusul Sa’ad sambil berkata, ‘Wahai Abu Ishaq, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabulkan doamu’ .” (Diriwayatkan Thabrani)
Diriwayatkan dari Qais, dia berkata, “Seorang laki-laki mencaci Ali Radhiyallahu ‘Anhu,
kemudian Sa’ad berkata, ‘Ya Allah, sesungguhnya laki-laki ini mencaci
salah seorang waliMu, maka jangan bubarkan pertemuan ini” sehingga
Engkau memperlihatkan kekuasaan-Mu’.
Demi Allah,
kami tidak meninggalkan pertemuan kami itu sehingga lelaki tersebut
terpelanting dan pingsan dari kendaraan yang dinaikinya dan kepalanya
terbentur bebatuan sehingga gegar otak dan mati.” (Diriwayatkan
Al-Hakim)
Ada seseorang yang mencaci shahabat Rasulullah Shalallahu Alaihi wa Sallam yang tergolong masyhur, dan tidaklah mungkin ada seseorang yang berani mencaci shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam selain orang-orang zindik ekstrim, yang di dalam hatinya diliputi rasa iri dan dendam kepada para shahabat. Telah cukup kita jadikan pelajaran ucapan seorang tabiin yang bernama Abu Zur’ah Rahimahullah, ‘jika kamu melihat ada seseorang yang berani mencaci salah seorang shahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, tentulah ia zindik.”
Orang-orang yang berani mencaci para shahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, yang Allah telah ridha kepada mereka, tentu Allah akan menurunkan laknat, menjauhkan rahmat-Nya, dan tidak dimasukkan ke dalam surga serta hidup di dunia penuh dengan kehinaan sebelum merasakan siksaan di akhirat.
Apakah pantas seseorang mencaci para shahabat yang kepada mereka pula diturunkan Al-Qur’an. Bahkan, mereka memperoleh pujian langsung dari Allah?!
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“‘Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah
keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.
Kamu lihat mereka rukuk dan sujud mencari” karunia Allah dan
keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dan” bekas
sujud Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka
dalam Injil, yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, maka
tunas itu menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besarlah dia dan
tegak lurus di alas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati
penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang
kafir (dengan kekuatan orang-orang Mukmin). “(Al-Fath: 29)