SEBAB & HAL-HAL YANG DAPAT MEMBATALKAN WUDHU

SEBAB & HAL-HAL YANG DAPAT MEMBATALKAN WUDHU 
Wudhu merupakan syarat untuk bersuci sebelum melakukan shalat, baik shlat wajib maupun shalat sunah. Dari segi bahasa Wudhu mempunyai arti Bersih dan Indah. sedangkan menurut istilah (dalam syariah islam) artinya menggunakan air pada anggota badan tertentu dengan cara tertentu yang dimulai dengan niat guna
menghilangkan hadast kecil. Wudhu merupakan salah satu syarat sahnya sholat (orang yang akan sholat, diwajibkan berwudhu lebih dulu, tanpa wudhu shalatnya tidak sah).

Wudhu adalah amalan ringan, tapi pengaruhnya ajaib dan luar biasa. Selain menghapuskan dosa kecil, wudhu’ juga mengangkat derajat dan kedudukan seseorang dalam surga. Rasulullah -Shallallahu alaihi wa sallam- bersabda,

 عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى مَا يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الْخَطَايَا وَيَرْفَعُ بِهِ الدَّرَجَاتِ قَالُوا بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِسْبَاغُ الْوُضُوءِ عَلَى الْمَكَارِهِ وَكَثْرَةُ الْخُطَا إِلَى الْمَسَاجِدِ وَانْتِظَارُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الصَّلَاةِ فَذَلِكُمْ الرِّبَاطُ 

“Maukah kalian aku tunjukkan tentang sesuatu (amalan) yang dengannya Allah menghapuskan dosa-dosa, dan mengangkat derajat-derajat?” Mereka berkata, “Mau, wahai Rasulullah!!” Beliau bersabda, “(Amalan itu) adalah menyempurnakan wudhu’ di waktu yang tak menyenangkan, banyaknya langkah menuju masjid, dan menunggu sholat setelah menunaikan sholat. Itulah pos penjagaan”. [HR. Muslim (586)]

Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah mengabarkan kepada kita bahwa beliau akan mengenali ummatnya di Padang Mahsyar dengan adanya cahaya pada anggota tubuh mereka, karena pengaruh wudhu’ mereka ketika di dunia.

 تَبْلُغُ الْحِلْيَةُ مِنْ الْمُؤْمِنِ حَيْثُ يَبْلُغُ الْوَضُوءُ

“Perhiasan (cahaya) seorang mukmin akan mencapai tempat yang dicapai oleh wudhu’nya”. [Muslim dalam Ath-Thoharoh, bab: Tablugh Al-Hilyah haits Yablugh Al-Wudhu' (585)]

Setidaknya ada 5 hal yang dapat membatalkan wudhu kita, yaitu :

1. Apa saja yang keluar dari kemaluan dan dubur, berupa kencing, berak, atau kentut. Allah SWT berfirman yang artinya, "Atau kembali dari tempat buang air." (Al-Maidah:6)

Rasulullah saw. bersabda, "Allah tidak akan menerima shalat seorang di antara kamu yang berhadas sampai ia berwudhu` (sebelumnya)." Maka, seorang sahabat dari negeri Hadramaut bertanya. "Apa yang dimaksud hadas itu wahai Abu Hurairah?" Jawabnya, "Kentut lirih maupun kentut keras." (Muttafaqun `alaih Fathul Bari I: 234, Baihaqi I:117, Fathur Robbani, Ahmad II:75 no:352) Dan hadits ini menurut sebagian mukharrij selain yang disebut di atas tidak ada tambahan (tentang pernyataan orang dari Hadramaut itu), Muslim I:204 no:225, `Aunul Ma`bud I:87 no:60, dan Tirmidzi I: 150 no:76.

"Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata, "Mani, wadi dan madzi (termasuk hadas). Adapun mani, cara bersuci darinya harus dengan mandi besar. Adapun madi dan madzi," maka dia berkata, "cucilah dzakarmu, kemaluanmu, kemudian berwudhu`lah sebagaimana kamu berwudhu` untuk shalat!" (Shahih: Shahih Abu Daud no:190, dan Baihaqi I:115).

2. Tidur pulas sampai tidak tersisa sedikitpun kesadarannya, baik dalam keadaan duduk yang mantap di atas ataupun tidak. Karena ada hadits Shafwan bin Assal, ia berkata, "Adalah Rasulullah saw. pernah menyuruh kami, apabila kami melakukan safar agar tidak melepaskan khuf kami (selama) tiga hari tiga malam, kecuali karena janabat, akan tetapi (kalau) karena buang air besar atau kecil ataupun karena tidur (pulas maka cukup berwudhu`)." (Hasan: Shahih Nasa`i no:123 Nasa`i I:84 dan Tirmidzi I:65 no:69).

Pada hadits ini Nabi saw. menyamakan antara tidur nyenyak dengan kencing dan berak (sebagai pembatal wudhu`).

"Dari Ali r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, "Mata adalah pengawas dubur-dubur; maka barangsiapa yang tidur (nyenyak), hendaklah berwudhu`." (Hasan: Shahih Ibnu Majah no:386. Ibnu Majah I:161 no:477 dan `Aunul Ma`bud I:347 no:200 dengan redaksi sedikit berlainan).

Yang dimaksud kata al-wika` ialah benang atau tali yang digunakan untuk menggantung peta. Sedangkan kata "as-sah" artinya : "dubur" Maksudnya ialah "yaqzhah" (jaga, tidak tidur) adalah penjaga apa yang bisa keluar dari dubur, karena selama mata terbuka maka pasti yang bersangkutan merasakan apa yang keluar dari duburnya. (Periksa Nailul Authar I:242).

3. Hilangnya kesadaran akal karena mabuk atau sakit. Karena kacaunya pikiran disebabkan dua hal ini jauh lebih berat daripada hilangnya kesadaran karena tidur nyenyak.

4. Memegang kemaluan tanpa alas karena dorongan syahwat, berdasarkan sabda Nabi saw.,"Barangsiapa yang memegang kemaluannya, maka hendaklah berwudhu`." (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:388, `Aunul Ma`bud I:507 no:179, Ibnu Majah I:163 no:483, `Aunul Ma`bud I:312 no:180 Nasa`i I:101, Tirmidzi I:56 no:56 no:85).

Betul, ia memang bagian dari anggota badanmu, bila sentuhan tidak diiringi dengan gejolak syahwat, karena sentuhan model seperti ini sangat memungkinkan disamakan dengan menyentuh anggota badan yang lain. Ini jelas berbeda jauh dengan menyentuh kemaluan karena termotivasi oleh gejolak syahwat. Sentuhan seperti ini sama sekali tidak bisa diserupakan dengan menyentuh anggota tubuh yang lain karena menyentuh anggota badan yang tidak didorong oleh syahwat dan ini adalah sesuatu yang amat sangat jelas, sebagaimana yang pembaca lihat sendiri (Tamamul Minnah hal:103).

5. Makan daging unta sebagaimana yang diriwayatkan oleh al-Bara` bin `Azib ra ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda, "Berwudhu`lah disebabkan (makan) daging unta, namun jangan berwudhu` disebabkan (makan) daging kambing!" (Shahih: Shahih Ibnu Majah no:401, Ibnu Majah I:166 no:494, Tirmidzi I:54 no:81, `Aunul Ma`bud I:315 no:182).

Dari Jabir bin Samurah r.a. bahwa ada seorang sahabat bertanya kepada Nabi saw. apakah saya harus berwudhu` (lagi) disebabkan (makan) daging kambing? Jawab Beliau, "Jika dirimu mau, silakan berwudhu`; jika tidak jangan berwudhu` (lagi)." Dia bertanya (lagi) "Apakah saya harus berwudhu` (lagi) disebabkan (makan) daging unta?" Jawab Beliau, "Ya berwudhu`lah karena (selesai makan) daging unta!" (Shahih Mukhtashar Muslim no:146 dan Muslim I:275 no:360).